Bukan hanya tahu bulat saja yang bisa dadakan, kadang liburan pun bisa juga dadakan.
Karena kurangnya persiapan rencana untuk liburan minggu lalu, akhirnya secara dadakan kami menyiapkan ide liburan kami sendiri walau yang bisa ikut hanya sedikit karena kurangnya kendaraan menuju tempat berlibur. Jadi yang ikut cuma Gue, Ruffi, Zulfi & Istrinya, Irfan dan yang memberi tumpangan rumah disana nantinya Sandi.
Pada hari Jum'at kami pun berangkat menuju Cidahu, rumah salah satu anggota REC yaitu Sandi, dengan mengendarai mobil starlet merah milik Irfan, dimana saat itu kita yang menghindari macet menggunakan jalur alternatif ke Sukabumi dimana kita kesasar karena arahan gue sebagai navigator, hahahah...
Setelah berputar-putar kami pun sampai tujuan masih cukup pagi, awalnya kami mengira akan sampai ketika waktu nyerempet Sholat Jum'at tetapi tidak.
Setelahnya, kami pun berangkat menuju salah satu curug sebelum Javana Spa dengan guide Sandi sebagai orang lokal daerah sana, walau Sandi sendiri tidak tahu sebenarnya curug baru yang akan kami tuju tersebut. Berbekal arahan panah yang menunjukan bahwa kami harus berjalan sejauh 300 meter.
Karena kurangnya persiapan rencana untuk liburan minggu lalu, akhirnya secara dadakan kami menyiapkan ide liburan kami sendiri walau yang bisa ikut hanya sedikit karena kurangnya kendaraan menuju tempat berlibur. Jadi yang ikut cuma Gue, Ruffi, Zulfi & Istrinya, Irfan dan yang memberi tumpangan rumah disana nantinya Sandi.
Pada hari Jum'at kami pun berangkat menuju Cidahu, rumah salah satu anggota REC yaitu Sandi, dengan mengendarai mobil starlet merah milik Irfan, dimana saat itu kita yang menghindari macet menggunakan jalur alternatif ke Sukabumi dimana kita kesasar karena arahan gue sebagai navigator, hahahah...
Setelah berputar-putar kami pun sampai tujuan masih cukup pagi, awalnya kami mengira akan sampai ketika waktu nyerempet Sholat Jum'at tetapi tidak.
Setelahnya, kami pun berangkat menuju salah satu curug sebelum Javana Spa dengan guide Sandi sebagai orang lokal daerah sana, walau Sandi sendiri tidak tahu sebenarnya curug baru yang akan kami tuju tersebut. Berbekal arahan panah yang menunjukan bahwa kami harus berjalan sejauh 300 meter.
Tapi, pada akhirnya kami sampai.
Suasana yang masih hijau memberi pengalaman menyenangkan tersendiri terhadap kita yang melakukan perjalanan kesana.
Setelah menelusuri 3 Curug (Air Terjun) yang ada disana, yang jujur sampai sekarang pun gue gak tahu nama curug-curug yang kami kunjungi itu. Kami pun berendam mandi di salah satu curug disana, istrinya Zulfi tidak ikut tentunya dia hanya berada di pinggiran saja.
Saat sore menjelang, kami menghangatkan diri terlebih dahulu dengan teh tarik hangat yang dibawa oleh Sandi di termosnya yang membuat tubuh kami yang kedinginan akibat air yang dingin di curug tersebut kembali naik dan normal. Setelahnya kami pulang menuju rumah Sandi untuk beristirahat dan mempersiapkan membakar jagung pada malam harinya.
Sebelum hari berakhir kami berniat untuk menuju kawah ratu pada esok hari, namun untuk hal itu kami harus bangun pagi, namun kenyataan yang terjadi keesokan harinya ada yang bangun kesiangan dan Sandi terkena demam karena kondisi tubuhnya yang kurang fit.
Dengan tidak adanya ide cadangan saat itu, kami pun membuat ide dadakan yaitu menuju ke Suaka Elang yang berada di Desa Loji, Cigombong.
Kami pun berangkat kesana dengan meninggalkan Sandi yang beristirahat di rumahnya. Walau tidak tahu dimana lokasi pastinya dan hanya berbekal Google Map saja namun kami tetap nekat ke sana. Tapi sebelum itu kami menuju ke rumah salah satu anggota jauh di REC yang rumahnya kebetulan di Cigombong yaitu Alvian.
Setelah bersilaturahmi dan beristirahat sebentar di rumah Alvian, kami melanjutkan perjalanan kami menuju ke Suaka Elang.
Secara mengagetkan kami pun sampai disana, walau harus berjalan lagi karena jalan menuju kesana terlalu ekstrim bila dilalui oleh kendaraan apapun entah itu mobil ataupun motor, yang malah ebih enak dinikmati saat berjalan ketika melihat hamparan sawah menuju hutan dimana Suaka Elang berada.
Saat sore menjelang, kami menghangatkan diri terlebih dahulu dengan teh tarik hangat yang dibawa oleh Sandi di termosnya yang membuat tubuh kami yang kedinginan akibat air yang dingin di curug tersebut kembali naik dan normal. Setelahnya kami pulang menuju rumah Sandi untuk beristirahat dan mempersiapkan membakar jagung pada malam harinya.
Sebelum hari berakhir kami berniat untuk menuju kawah ratu pada esok hari, namun untuk hal itu kami harus bangun pagi, namun kenyataan yang terjadi keesokan harinya ada yang bangun kesiangan dan Sandi terkena demam karena kondisi tubuhnya yang kurang fit.
Dengan tidak adanya ide cadangan saat itu, kami pun membuat ide dadakan yaitu menuju ke Suaka Elang yang berada di Desa Loji, Cigombong.
Kami pun berangkat kesana dengan meninggalkan Sandi yang beristirahat di rumahnya. Walau tidak tahu dimana lokasi pastinya dan hanya berbekal Google Map saja namun kami tetap nekat ke sana. Tapi sebelum itu kami menuju ke rumah salah satu anggota jauh di REC yang rumahnya kebetulan di Cigombong yaitu Alvian.
Setelah bersilaturahmi dan beristirahat sebentar di rumah Alvian, kami melanjutkan perjalanan kami menuju ke Suaka Elang.
Secara mengagetkan kami pun sampai disana, walau harus berjalan lagi karena jalan menuju kesana terlalu ekstrim bila dilalui oleh kendaraan apapun entah itu mobil ataupun motor, yang malah ebih enak dinikmati saat berjalan ketika melihat hamparan sawah menuju hutan dimana Suaka Elang berada.
Saat sampai didepan sebuah jembatan gantung barulah kami ditagih uang tiket sebesar 10 ribu rupiah sebagai uang masuk per orang. Jembatan gantung itu sendiri menjadi spot dimana banyak orang berfoto disana selain itu juga jembatan itu pula yang menghubungkan kami menuju tempat penangkaran elang yang kami tuju.
Tapi betapa terkejutnya kami melihat keadaan Suaka Elang yang begitu miris layaknya tidak terawat, dengan kandang yang tidak terkunci padahal ada seekor hewan langka didalamnya.
Awalnya kami mau langsung turun saja setelah itu, karena kabut yang pekat menyelimuti area menuju Curug Cibadak, dimana kami hanya perlu meneruskan berjalan keatas saja dari pos dimana kami membayar tiket. Tapi saat kami Sholat Ashar hujan pun turun dan menghilangkan kabut yang menyelimut, membuat kami jadi berangkat ke Curug tersebut dengan time limit hanya sampai jam 5 agar tidak keburu gelap saat kami turun nanti.
Jujur perjalanan menuju Curug Cibadak dari Suaka Elang menurut gue cukup melelahkan belum lagi jalannya yang sempit, terjal, dan curam ditambah lagi licinnya jalan sehabis hujan tadi. Apalagi gue sendiri gak terlatih untuk mendaki atau melakukan perjalanan melintasi hutan jadi wajar saja kalau stamina gue kurang.
Beberapa kali gue mengajak kawan-kawan yang lain untuk berhenti saja, namun gue sendiri sebenernya gak mau juga karena udah kepalang kepo mau lihat seperti apa curug tersebut.
Pada akhirnya kami pun sampai disana, Zulfi & istri yang sudah tertinggal jauh kami pikir dia memutar balik dan menyerah namun betapa kagetnya ketika melihat mereka juga sampai. Segala kelelahan yang terkuras terbayar lunas oleh kemegahan dari keindahan pemandangan disana. Benar-benar pengalaman yang luar biasa sekali.
Beberapa kali gue mengajak kawan-kawan yang lain untuk berhenti saja, namun gue sendiri sebenernya gak mau juga karena udah kepalang kepo mau lihat seperti apa curug tersebut.
Pada akhirnya kami pun sampai disana, Zulfi & istri yang sudah tertinggal jauh kami pikir dia memutar balik dan menyerah namun betapa kagetnya ketika melihat mereka juga sampai. Segala kelelahan yang terkuras terbayar lunas oleh kemegahan dari keindahan pemandangan disana. Benar-benar pengalaman yang luar biasa sekali.
Sepertinya gue yang merasa perjalanan menuju curug itu terlalu panjang dan jauh hanya khayalan belaka, karena ketika melihat waktu sampai kami yang bahkan tidak memakan waktu sejam dan time limit kami masih cukup jauh ketika kami sampai. Kami bahkan turun lebih cepat jadi jam 5 kurang 15 menit.
Saat turun kami agak kaget melihat keadaan desa dimana mobil Irfan di parkir benar benar gelap ditambah langit yang mulai menghitam setelah Maghrib, seluruh rumah disana mengalami mati listrik berjamaah.
Setelahnya kami pun pulang dan baru merasakan macet ketika sudah sampai di Kota Bogor.
Kayaknya gue bakal menceritakan ulang kisah perjalanan kali ini di blog gue sendiri yaitu trijuniardi333.wordpress.com walau mungkin isinya hampir sama saja, hahaha...
Oke sekian dulu, Terima Kasih
Author : 3
Saat turun kami agak kaget melihat keadaan desa dimana mobil Irfan di parkir benar benar gelap ditambah langit yang mulai menghitam setelah Maghrib, seluruh rumah disana mengalami mati listrik berjamaah.
Setelahnya kami pun pulang dan baru merasakan macet ketika sudah sampai di Kota Bogor.
Kayaknya gue bakal menceritakan ulang kisah perjalanan kali ini di blog gue sendiri yaitu trijuniardi333.wordpress.com walau mungkin isinya hampir sama saja, hahaha...
Oke sekian dulu, Terima Kasih
Author : 3